Gracia
merupakan pemikiran yang ditawarkan mengenai kedalaman makna yang
terdalam dalm teks. Pemikiran gracia tentang hermeneutika yaitu tentang
pendalaman makna yang tersirat. Pendalaman makna penempatan tentang
pelurusan makna yang tersirat dari teks tersebut.
Adapun bentuk kedua interpretasi, yakni interpretasi non-literal didefinisikan oleh Gracia dengan;
“
interpretsi non literal adalah interpretasi, yang mungkin didasarkan
pada interpretasi tekstual, namun mempunyai sesuatu yang lain sebagai
tujuan utama, meskipun tujuan tersebut melibatkan atau merupakan semacam
bentuk pemahaman juga”.
Berdasarkan
definisi di atas, interpretasi non tekstual tidak lagi berfungsi atau
bertujuan menguak makna teks dan, atau implikasi makna teks, sebagaimana
yang dituju oleh interpretasi tekstual, melainkan mencoba menguak di
balik makna tekstual. Menurut Gracia, interpretasi historis (historical
interpretation) merupakan salah satu contoh dari interpretasi
non-tekstual. Interpretasi historis tidak saja berinteraksi dengan makna
dan implikasi makna teks yang ditafsirkan, atau dalam istilah Amin
al-Khuli ma fi nashsh (apa yang ada di dalam teks), melainkan juga
menguak dan memaparkan apa yang ada di sekitar teks (ma hawla n-nashsh).
Ungkapan
Gracia di bawah ini menarik untuk dicermati: Tujuan utama seorang
historioan adalah mengemukakan informasi tentang masa lalu dan informasi
ini tidak hanya memuat interpretasi tekstual, melainkan juga
rekonsruksi konteks historis yang lebih luas di mana teks (yang sedang
ditafsirkan) itu disusun, (menguak) ide-ide/ pemikiran-pemikiran yang
tidak dikemukakan oleh pengarang teks dalam tulisannya atau ungkapan
lisannya, (memaparkan) hubungan-hubungan antara berbagai teks, baik yang
disusun oleh pengarang teks itu oleh pengarang pengarang lain (dan
mengemukakan) relasi kausal antarteks, dan lain-lain.
Pluralitas kebenaran interpretasi tekstualitas.
Berdasarkan
hakikat dan realitas interpretasi, Gracia berpendapat bahwa kebenaran
interpretasi itu tidaklah monistis/tunggal, melainkan plural. Pluralitas
kebenaran interpretatif ini tidak hanya terkait dengan interpretasi
non-literal di mana penafsir lebih memiliki peran, melainkan juga dengan
interpretasi tekstual. Sebagaimana telah disebutkan di atas, ada tiga
fungsi interpretasi yakni; fungsi historis, fungsi makna, dan fungsi
implikatif. Kedua fungsi terakhir ini membuka perbedaan bentuk
interpretasi antara satu orang dengan orang lain, karena beragamnya
faktor kultural. Gracia mencontohkan bahwa dalam realita interpretasi,
karya-karya Aristoteles ditafsirkan oleh banyak orang. Bukan hanya dalam
bidang filsafat, dalam bidang sainpun kebenaran interpretasi bisa
plural. Dalam hal ini, Gracia sependapat dengan Imanuel Kant yang
berpendapat bahwa kita tidak akan pernah mencapai final and definitive descriptions in science or philosophy (deskripsi-deskripsi final dan dan definitif dalam sains dan filsafat).
Pluralitas
kebenaran interpretasi tekstual ini tidak seharusnya dipahami bahwa
kebenaran interpretasi ini bersifat relatif dan tak terbatas, atau
Gracia menyebutnya dengan istilah ‘infinitive regress’ (regresi tak terbatas), karena memang setiap penafsiran itu pasti mengandung interpretandum (teks yang ditafsirkan) dan interpretans (keterangan tambahan yang masih ada keterkaitannya dengan interpretandum).
· Obyektivitas dan Subyektivitas interpretasi.
Interpretasi menurut Gracia pasti mengandung nilai obyektivitas dan subyektivitas
dalam waktu yang bersamaan. Poin yang penting dalam hal ini tentunya
sejauh mana subyektivitas penafsir dan sejauh mana obyektivitas makna
interpretandum mengambil peran dalam sebuah interpretasi. Atas dasar
itu, sebuah penafsiran dipandang ‘sangat subyektif’ (highly subjective)
apabila penafsir hanya memberikan sedikit perhatian terhadap teks yang
ditafsirkan dan faktor-faktor historis yang berperan dalam menentukan
makna teks. Sebaliknya interpretasi dipandang sangat obyektif apabila
dalam interpretasi tersebut teks historis (interpretandum) dan fakto-faktor penentu makna historis mendapatkan prioritas perhatian penafsir. Gracia menawarkan apa yang disebutkan “the principle of proportional understanding (prinsip pemahaman proporsional)
Di kutif dari http://ilmuukita.blogspot.com/2011/03/konsep-pemikiran-hermeneutika-gracia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar