PENAFSIRAN AYAT TENTANG HIJAB DALAM AL-QUR’AN ( studi perbandingan atas pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an yang berada
di tengah masayarakat pada saat ini di yakini tidak berbeda [1]dengan
al-Qur’an yang di sampai kan Nabi Muhammad SAW15 abad yang silam lalu. Al-Qur’an adalah
kalam Allah yang terakhir yang di bawa oleh ruh al-Amin kedalam hati
Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi peringatan bagi manusia.[2]
Al-Qur’an merupakan kitab suci sekaligus merupakan kata
lisator politik, sosial, spritual, dan penyebab terjadinya perubahan kehidupan
kaum kabilah di seminanjung arab.. pengaruhnya kemudian meleber ke kawasan yang
lebih luas dengan waktu yang sangat singkat. Ekspansi ideologi yang di motori
oleh Al- Qur’an dan berpengaruh di berbagai wilayah di mana ideologi yang di
motori oleh Al-Qur’an telah tersebar, menunjukan bahwa Al-Qur’an merupakan
kekuatan pengubah dunia yang harus di akuidan di pahami.[3]
Al-Qur’an tidak begitu saja mengubah dunia tampa ada usah
untuk memplementasikannya dari manusia sebagai obyeknya. Dibutuhkan upay untuk
megali semua ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an. Usaha menggali semua ajaran
yang ada di dalam al-Qur’an tersebut di kenal dengan istilah tafsir. Tafsir
al-Qur’an secara garis besar ada dua model yaitu tafsir bilma’tsur dan
tafsir bil ra’yi.
Tafsir al-Qur’an berkembang sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan perubahan zaman, hingga muncul berbagai karya tafsir, seperti
Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al
Ahkam min Al Qur’an yang di tulis oleh Muhammad Ali Ashobuny dan Tafsir al-Mishbah yang dituls oleh Quraish Shihab. Karya ini di tulis agar dapat menjadi penerang dan
pemecah permasalahan kehidupan yang di hadapi manusia secara universal.
Seiring dengan perkembangan
zaman, pemahaman terhadap al-Qur’an
semakin berkembang di antaranya pemahaman tentang masalah hijab yang mejadi
pedebatan yang sangat kuat pada saat ini. Dan membuat kegalauan terhadap
masyrakat khusus nya di indo nesia dengan munculnya pemahaman dari salah satu
mufasir indonesia yaitu bpk. Prof. Quraish Shihab yang tidak mewajibkan jilbab terhadap wanita muslim. Inilah salah satu
alasan mengapa penelitian ini mengambil obyek pemikiran prof. Quraish Shihab.
Alasan mendasar mengapa
mengkaji kedua tokoh tersebut adalah karena : yang pertama , Muhammad Ali
Ashobuny adalah ulama tafsir yang terkenal
dan karyanya banyak menjadi rujukan umat muslim. Dan salah satu karyanya yang
menjadi rujukan primer penelitian ini adalah Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al Ahkam min Al Qur’an yang pokus bicara
tentang ayat ahkam di antaranya adalah bicara tentang ayat-ayat masalah hijab. Yang
kedua, Prof. Quraish Shihab tokoh yang penomenal di indonesia dengan pemikirannya
tentang hijab yang berbeda dengan mufasir kebanyakan dan ini lah salah satu
alasan yang menarik dari penelitian ini.
B.
Rumusan Masalah
Berangkat dari Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang
menjadi obyek kajian dalam penelitian
ini, yakni:
1. Bagaimana pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab tentang hija b
menurut al-Qur’ān.
2. Apa persamaan dan perbedaan
pemikiran Muhammad Ali
Ashobuny dan Quraish
Shihab seputar hijab
dalam al-Qur’an.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian
ini bertujuan:
1. Untuk mengetahi pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab tentang hijab menurut al-Qur’ān .
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab seputar hijab dalam al-Qur’an.
Adapun kegunaan
dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
khasanah intelektual Islam di bidang
keilmuan tafsir dan hadis. Secara khusus penelitian ini diharapkan mampu
memberikan deskripsi perbandingan antara pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab serta kontribusi beliau-sebagai ulama tafsir
abad modern-terhadap khasanah keilmuan Islam, khususnya dalam pembahasan
seputar hijab muslimah.
D. Telaah Pustaka
Pembahasan seputar
hijab muslimah
sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru. Wacana ini telah banyak
diperbincangkan baik oleh ulama klasik maupun ulama kontemporer dengan
menggunakan berbagai metode dan pendekatan yang berbeda. Pembahasan seputar hijab ini sering pula
dihadirkan dengan kata jilbab.
Dengan demikian hijab maupun jilbab mempunyai makna yang sama meskipun ada beberapa
ulama yang membedakan makna kedua istilah tersebut, misalnya al-Albāniy. Bagi al-Albāniy, istilah hijab dan
jilbab memiliki keumuman dan kekhususan sendiri-sendiri. Setiap jilbab adalah hijab, namun tidak semua
hijab adalah jilbab.[4]
Ibnu Kasīr dalam
kitab tafsirnya mengatakan bahwa Hijab adalah kewajiban bagi kaum wanita
muslimah sebagai penghormatan baginya dan pembeda dirinya dengan kaum wanita
jahiliyah.[5]
Pendapat Ibnu Kasīr ini banyak diikuti oleh ulama ahlus sunnah wal jama’ah di antaranya
adalah Dr. Sālih bin Fauzān bin Abdullāh al-Fauzān, Syaikh Abdul 'Azīz bin
Abdullāh bin Bāz, dan lain sebagainya.
Muhammad
Syahrur-seorang tokoh kontroversial-dalam kitabnya "Al-Kitāb wa al-Qur’ān: Qirā’ah Mu’āsyirah" juga membahas masalah hijab dengan menggunakan
metode intertekstualitas dan dengan menggunakan pendekatan linguistik sintagmatis.[6] Hasilnya, Syahrur
mendapatkan pandangan yang berbeda dengan kebanyakan ulama dalam masalah hijab. Bagi Syahrur, kata al-khumur dalam Surat
al-Nūr: 31 tidak bermakna 'tutup kepala' seperti yang lazim diketahui, namun
yang di maksud adalah segala macam penutup tubuh baik kepala maupun anggota
badan yang lain. Dikaitkan dengan konsep Syahrur tentang al-hadd al-adnā
(batasan minimal) dan al-hadd al-a'lā (batas maksimal), yang kemudian
dibandingkan dengan hadis Nabi saw yang menyatakan bahwa seluruh bagian tubuh
wanita adalah aurat, maka dapat disimpulkan bahwa bagian tubuh yang termasuk
kategori al-juyūb (lekuk tubuh yang mempunyai celah dan bertingkat;
seperti bagian di antara kedua buah dada, di bawah buah dada, di bawah ketiak,
kemaluan, dan kedua bidang pantat)adalah al-hadd al-adnā. Adapun bagian
tubuh seperti wajah, telapak tangan, dan telapak kaki adalah al-hadd al-a'lā.
Konsekuensinya, seorang wanita yang menutup seluruh anggota tubuhnya berarti ia
telah melanggar hudūd Allah, begitu juga wanita yang memperlihatkan
tubuhnya lebih dari anggota yang termasuk kategori al-juyūb.[7]
dari karya ilmiah atau penelitian yang
membicarakan seputar hijab telah dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya
Nur Islami dalam skripsinya yang berjudul 'Hijab menurut Sayyid Quthb
dalam Tafsir fī Zilāl al-Qur'ān'
menguraikan tentang karekteristik hijab menurut Sayyid Quthb sebagai hasil
penafsirannya terhadap Surat al-Ahzāb: 32-34, 55, dan 59.[8]
adapun Nurul Adha menguraikan tentang praktek berhijab di zaman Rasūlullāh saw
dengan melakukan studi atas Surat al-Nūr dan al-Ahzāb dalam skripsinya yang
berjudul 'Konsep Hijab dalam al-Qur'ān (Studi terhadap Surat al-Nūr dan
al-Ahzāb)'.[9]
Karya ilmiah atau penelitian
yang membicrakan
seputar hijab di antaranya
adalah skripsi karya Rastana yang di dalamnya membahas pemikiran al-Albaniy
tentang studi kritik hadis secara umum.[10]
Skripsi karya Evi Fitriana yang membahas tentang pandangan gerakan Salafi ahlus
sunnah wal jama’ah terhadap hadis-hadis tentang cara berpakaian istri-istri
nabi SAW.[11] Dalam skripsi tersebut
penyusun menggunakan kitab Jilbab Wanita Muslimah karya al-Albāniy yang
telah diterjemahkan sebagai data primernya, namun demikian penyusun tidak
membahas pemikiran al-Albāniy secara khusus tentang jilbab. Skripsi tersebut cenderung
menitikberatkan pada praktek gerakan Salafi ahlus sunnah wal jama'ah saat ini
dalam berpakaian dikaitkan dengan cara atau praktek berpakaian istri-istri Nabi saw.kemudian karya ilmiah
yang di lakukan oleh Isnaning Wahyuni dengan judul jilbab dan cadar muslimah
menurut al-Qur’an dan sunnah perbandingan atas pemikiran al-Albany denegn al-'Usaimīn.
Penelitian ini ini menitik
beratkan kepada pemikiran al-Albāniy dan al-'Usaimīn
seputar jilbab. Kemudian karya ilmiah atau penelitian yang di lakukan oleh Saifullah
Al-Ali S.Th.I dalam tesisnya yang bercudul batas aurat wanita dalam tafsir Al-Misbah.
tesis ini berbicara fokus kepada batas aurat wanita dalam tafsir Al-Misbah.
Dari sekian banyak
karya seputar hijab dan jilbab, sejauh pengetahuan peneliti belum ada karya
tulis atau penelitian yang membahas pemikiran pemikiran Muhammad Ali Ashobuny
dan Quraish Shihab
seputar hijab muslimah secara khusus.
E.
Metode Penelitian
Metode
penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian karena
berhasil tidaknya suatu penelitian sangat ditentukan oleh bagaimana peneliti
memilih metode yang tepat.[12]
Guna mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dan ilmiah maka penelitian
ini menggunakan seperangkat metode sebagai berikut:
1. Sumber
Data dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
research), oleh karena itu sumber data penelitian diperoleh dari
kitab-kitab atau buku-buku karya tokoh yang diteliti maupun referensi lain yang
berkaitan dengan pokok pembahasan. Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi
dua yakni data primer dan data skunder. Adapun data primernya adalah kitab Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al
Ahkam min Al Qur’an karya Muhammad Ali Ashobuny dan Tafsir al-Mishbah karya
prof. Quraish shihab. Sedangkan data
sekunder meliputi kitab-kitab maupun buku-buku atau referensi lain yang
berkaitan dengan masalah jilbab wanita muslimah ataupun yang berkait dengan
tokoh yang dikaji dalam penelitian ini.
2. Metode
Analisis Data
Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan metode deskriptif-komparatif, yakni penelitian yang mendeskripsikan pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish
Shihab tentang hijab
muslimah, yang kemudian dilakukan komparasi atau perbandingan atas pemikiran
kedua tokoh tersebut. Dengan demikian, data yang telah dikumpulkan kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode komparasi (muqārran)31 untuk membandingkan Muhammad Ali Ashobuny
dan Quraish Shihab
seputar hijab muslimah.
F. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sistematis
dan terarah supaya mendapatkan hasil penelitian yang optimal, yang dituangkan dalam beberapa bab
sebagai berikut:
Bab pertama sebagai
pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tela’ah pustaka, metode
penelitian, dan sistematika pembahaan.
Bab kedua berisi biografi Muhammad Ali Ashobuny
dan Quraish Shihab
yang meliputi nama dan kelahiran,
perjalanan intelektual,
kondisi sosial politik yang melingkupi keduanya, serta
metode atau manhaj ilmiah kedua tokoh tersebut yang didalamnya mencakup
definisi salaf dan prinsip dakwah salafiyah.
Bab ketiga merupakan
inti pembahasan. Dalam bab ketiga ini peneliti memberikan deskripsi atas
pemikiran Muhammad Muhammad Ali
Ashobuny dan Quraish Shihab tentang jilbab muslimah. Dalam bab ini pula
peneliti menyajikan persamaan dan perbedaan pemikiran kedua tokoh yang menjadi
obyek kajian dalam penelitian ini.
Bab keempat
merupakan penutup skripsi yang di dalamnya berisi kesimpulan dari pembahasan
sebelumnya dan saran-saran, serta ucapan penutup
G.
Referensi
Muhammad
Quraish Shihab, ‘’Posisi sentral al-Qur’an dalam studi islam’’ dalam lauf k Abdullah dan M. Rusli Karim Metode
penelitian agama: sebuah pengantar (Yogyakarta: PT Tiara wacana yogya,
1990)
Amina Wadud Muhsin,
wanita di dalam al-Qur’an, ter Yaziar Radiati, (Bandung:
pustaka, 1994)
Muhammad Nāşiruddīn al-Albāniy, Jilbāb al-
Mar'ah al-Muslimah fī al-Kitāb wa al-Sunnah (Ammān: al-Maktabah
al-Islāmiyyah, 1413)
Kasīr, Tafsir al-Qur’ān al-‘Azīm (Beirūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyah,
2001)
Abdul Mustaqīm dan Sahiron Syamsuin
(ed), op.cit.,
M. Aunul
Abied Shah (ed.), Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung: Mizan, 2001)
Nur Islami,
"Hijab menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fī Zilāl al-Qur'ān", Skripsi,
Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001
Rastana, “Pemikiran Muhammad Nāsiruddin Al-Albāniy
Tentang Kritik Hadis”,
Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003
Evi Fitriana, "Pandangan Gerakan Salafi Ahlus
Sunnah Wal Jama'ah terhadap Hadis-hadis tentang Cara Berpakaian Istri-istri
Nabi SAW", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2003.
Suharsini Arikunto, Manajemen
Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)
[1] Muhammad Quraish Shihab, ‘’Posisi
sentral al-Qur’an dalam studi islam’’ dalam lauf k Abdullah dan M. Rusli Karim Metode
penelitian agama: sebuah pengantar (Yogyakarta: PT Tiara wacana yogya,
1990), hlm. 135.
[2] Lihat QS.AS-Syu’ara[26]: 194-194.
[3] Amina Wadud Muhsin, wanita di dalam al-Qur’an, ter
Yaziar Radiati, (Bandung: pustaka, 1994) hlm, 19.
[4]
Muhammad Nāşiruddīn al-Albāniy, Jilbāb al- Mar'ah al-Muslimah fī al-Kitāb wa
al-Sunnah (Ammān: al-Maktabah al-Islāmiyyah, 1413), hlm. 21.
[5] Kasīr, Tafsir al-Qur’ān al-‘Azīm (Beirūt:
Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 2001), Jld III, hlm. 288.
[7] M.
Aunul Abied Shah (ed.), Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah
(Bandung: Mizan, 2001), hlm. 245-246.
[9] Nur
Islami, "Hijab menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fī Zilāl al-Qur'ān",
Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001
[10] Rastana, “Pemikiran Muhammad Nāsiruddin Al-Albāniy Tentang Kritik Hadis”,
Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003, hlm. 86-211.
[11] Evi Fitriana, "Pandangan
Gerakan Salafi Ahlus Sunnah Wal Jama'ah terhadap Hadis-hadis tentang Cara
Berpakaian Istri-istri Nabi SAW", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003.
31 Menurut Haidar Baqir, metode tafsir
muqarran dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk: pertama, unsur
ayat dengan ayat lainnya yang membahas kasus yang sama tapi dengan redaksi yang
berbeda, ataupun sebaliknya. Kedua, unsur ayat dengan unsur hadis yang
membahas kasus yang sama tapi dengan pengertian yang tampak berbeda atau bahkan
bertentangan. Ketiga, unsur penafsiran mufasir tertentu dengan mufasir
lainnya mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang sama. Lihat, Haidar Baqir, “Metode
Komparasi dalam Tafsir al-Qur’ān”, dalam Al-Hikmah (Jurnal
Studi-studi Islam, No. 2, Juli-Oktober, 1990), hlm. 20.