instrumen kal ho na ho

Jumat, 08 November 2013

PENAFSIRAN AYAT TENTANG HIJAB DALAM AL-QUR’AN ( studi perbandingan atas pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab)


PENAFSIRAN AYAT TENTANG HIJAB DALAM AL-QUR’AN ( studi perbandingan atas pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an yang berada di tengah masayarakat pada saat ini di yakini tidak berbeda [1]dengan al-Qur’an yang di sampai kan Nabi Muhammad SAW15 abad yang silam lalu. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang terakhir yang di bawa oleh ruh al-Amin kedalam hati Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi peringatan bagi manusia.[2]
Al-Qur’an merupakan kitab suci sekaligus merupakan kata lisator politik, sosial, spritual, dan penyebab terjadinya perubahan kehidupan kaum kabilah di seminanjung arab.. pengaruhnya kemudian meleber ke kawasan yang lebih luas dengan waktu yang sangat singkat. Ekspansi ideologi yang di motori oleh Al- Qur’an dan berpengaruh di berbagai wilayah di mana ideologi yang di motori oleh Al-Qur’an telah tersebar, menunjukan bahwa Al-Qur’an merupakan kekuatan pengubah dunia yang harus di akuidan di pahami.[3]
Al-Qur’an tidak begitu saja mengubah dunia tampa ada usah untuk memplementasikannya dari manusia sebagai obyeknya. Dibutuhkan upay untuk megali semua ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an. Usaha menggali semua ajaran yang ada di dalam al-Qur’an tersebut di kenal dengan istilah tafsir. Tafsir al-Qur’an secara garis besar ada dua model yaitu tafsir bilma’tsur dan tafsir bil ra’yi.
Tafsir al-Qur’an berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan zaman, hingga muncul berbagai karya tafsir, seperti Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al Ahkam min Al Qur’an yang di tulis oleh Muhammad Ali Ashobuny dan Tafsir al-Mishbah yang dituls oleh Quraish Shihab. Karya ini di tulis agar dapat menjadi penerang dan pemecah permasalahan kehidupan yang di hadapi manusia secara universal.
Seiring dengan perkembangan zaman,  pemahaman terhadap al-Qur’an semakin berkembang di antaranya pemahaman tentang masalah hijab yang mejadi pedebatan yang sangat kuat pada saat ini. Dan membuat kegalauan terhadap masyrakat khusus nya di indo nesia dengan munculnya pemahaman dari salah satu mufasir indonesia yaitu bpk. Prof. Quraish Shihab yang tidak mewajibkan jilbab terhadap wanita muslim. Inilah salah satu alasan mengapa penelitian ini mengambil obyek pemikiran prof. Quraish Shihab.
Alasan mendasar mengapa mengkaji kedua tokoh tersebut adalah karena : yang pertama , Muhammad Ali Ashobuny adalah ulama tafsir yang terkenal dan karyanya banyak menjadi rujukan umat muslim. Dan salah satu karyanya yang menjadi rujukan primer penelitian ini adalah Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al Ahkam min Al Qur’an yang pokus bicara tentang ayat ahkam di antaranya adalah bicara tentang ayat-ayat masalah hijab. Yang kedua, Prof. Quraish Shihab tokoh yang penomenal di indonesia dengan pemikirannya tentang hijab yang berbeda dengan mufasir kebanyakan dan ini lah salah satu alasan yang menarik dari penelitian ini.

B.     Rumusan Masalah
Berangkat dari Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini, yakni:
1.      Bagaimana pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab tentang hija   b menurut al-Qur’ān.
2.      Apa persamaan dan perbedaan  pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab seputar hijab dalam al-Qur’an.

C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahi pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab tentang hijab menurut al-Qur’ān .
2.      Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab seputar hijab dalam al-Qur’an.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap khasanah intelektual Islam di bidang keilmuan tafsir dan hadis. Secara khusus penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi perbandingan antara pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab serta kontribusi beliau-sebagai ulama tafsir abad modern-terhadap khasanah keilmuan Islam, khususnya dalam pembahasan seputar hijab muslimah.

D.    Telaah Pustaka

Pembahasan seputar hijab muslimah sebenarnya bukanlah merupakan hal yang baru. Wacana ini telah banyak diperbincangkan baik oleh ulama klasik maupun ulama kontemporer dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan yang berbeda. Pembahasan seputar hijab ini sering pula dihadirkan dengan kata jilbab. Dengan demikian hijab maupun jilbab mempunyai makna yang sama meskipun ada beberapa ulama yang membedakan makna kedua istilah tersebut, misalnya al-Albāniy. Bagi al-Albāniy, istilah hijab dan jilbab memiliki keumuman dan kekhususan sendiri-sendiri. Setiap jilbab adalah hijab, namun tidak semua hijab adalah jilbab.[4]
Ibnu Kasīr dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa Hijab adalah kewajiban bagi kaum wanita muslimah sebagai penghormatan baginya dan pembeda dirinya dengan kaum wanita jahiliyah.[5] Pendapat Ibnu Kasīr ini banyak diikuti oleh ulama ahlus sunnah wal jama’ah di antaranya adalah Dr. Sālih bin Fauzān bin Abdullāh al-Fauzān, Syaikh Abdul 'Azīz bin Abdullāh bin Bāz, dan lain sebagainya.
Muhammad Syahrur-seorang tokoh kontroversial-dalam kitabnya "Al-Kitāb wa al-Qur’ān: Qirā’ah Mu’āsyirah"  juga membahas masalah hijab dengan menggunakan metode intertekstualitas dan dengan menggunakan pendekatan linguistik sintagmatis.[6] Hasilnya, Syahrur mendapatkan pandangan yang berbeda dengan kebanyakan ulama dalam masalah hijab. Bagi Syahrur, kata al-khumur dalam Surat al-Nūr: 31 tidak bermakna 'tutup kepala' seperti yang lazim diketahui, namun yang di maksud adalah segala macam penutup tubuh baik kepala maupun anggota badan yang lain. Dikaitkan dengan konsep Syahrur tentang al-hadd al-adnā (batasan minimal) dan al-hadd al-a'lā (batas maksimal), yang kemudian dibandingkan dengan hadis Nabi saw yang menyatakan bahwa seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat, maka dapat disimpulkan bahwa bagian tubuh yang termasuk kategori al-juyūb (lekuk tubuh yang mempunyai celah dan bertingkat; seperti bagian di antara kedua buah dada, di bawah buah dada, di bawah ketiak, kemaluan, dan kedua bidang pantat)adalah al-hadd al-adnā. Adapun bagian tubuh seperti wajah, telapak tangan, dan telapak kaki adalah al-hadd al-a'lā. Konsekuensinya, seorang wanita yang menutup seluruh anggota tubuhnya berarti ia telah melanggar hudūd Allah, begitu juga wanita yang memperlihatkan tubuhnya lebih dari anggota yang termasuk kategori al-juyūb.[7]
dari karya ilmiah atau penelitian yang membicarakan seputar hijab telah dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya Nur Islami dalam skripsinya yang berjudul 'Hijab menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fī Zilāl al-Qur'ān' menguraikan tentang karekteristik hijab menurut Sayyid Quthb sebagai hasil penafsirannya terhadap Surat al-Ahzāb: 32-34, 55, dan 59.[8] adapun Nurul Adha menguraikan tentang praktek berhijab di zaman Rasūlullāh saw dengan melakukan studi atas Surat al-Nūr dan al-Ahzāb dalam skripsinya yang berjudul 'Konsep Hijab dalam al-Qur'ān (Studi terhadap Surat al-Nūr dan al-Ahzāb)'.[9]
Karya ilmiah atau penelitian yang membicrakan seputar hijab di antaranya adalah skripsi karya Rastana yang di dalamnya membahas pemikiran al-Albaniy tentang studi kritik hadis secara umum.[10] Skripsi karya Evi Fitriana yang membahas tentang pandangan gerakan Salafi ahlus sunnah wal jama’ah terhadap hadis-hadis tentang cara berpakaian istri-istri nabi SAW.[11] Dalam skripsi tersebut penyusun menggunakan kitab Jilbab Wanita Muslimah karya al-Albāniy yang telah diterjemahkan sebagai data primernya, namun demikian penyusun tidak membahas pemikiran al-Albāniy secara khusus tentang  jilbab. Skripsi tersebut cenderung menitikberatkan pada praktek gerakan Salafi ahlus sunnah wal jama'ah saat ini dalam berpakaian dikaitkan dengan cara atau praktek berpakaian  istri-istri Nabi saw.kemudian karya ilmiah yang di lakukan oleh Isnaning Wahyuni dengan judul jilbab dan cadar muslimah menurut al-Qur’an dan sunnah perbandingan atas pemikiran al-Albany denegn al-'Usaimīn. Penelitian ini ini menitik beratkan kepada pemikiran al-Albāniy dan al-'Usaimīn seputar jilbab. Kemudian karya ilmiah atau penelitian yang di lakukan oleh Saifullah Al-Ali S.Th.I dalam tesisnya yang bercudul batas aurat wanita dalam tafsir Al-Misbah. tesis ini berbicara fokus kepada batas aurat wanita dalam tafsir Al-Misbah.
Dari sekian banyak karya seputar hijab dan jilbab, sejauh pengetahuan peneliti belum ada karya tulis atau penelitian yang membahas pemikiran pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab seputar hijab muslimah secara khusus.   
E.     Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian karena berhasil tidaknya suatu penelitian sangat ditentukan oleh bagaimana peneliti memilih metode yang tepat.[12] Guna mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dan ilmiah maka penelitian ini menggunakan seperangkat metode sebagai berikut:
1.      Sumber Data dan Jenis Penelitian
            Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), oleh karena itu sumber data penelitian diperoleh dari kitab-kitab atau buku-buku karya tokoh yang diteliti maupun referensi lain yang berkaitan dengan pokok pembahasan. Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yakni data primer dan data skunder. Adapun data primernya adalah kitab  Rawa’i Al Bayan fi Tasair Ayat Al Ahkam min Al Qur’an karya Muhammad Ali Ashobuny dan Tafsir al-Mishbah karya prof. Quraish shihab. Sedangkan data sekunder meliputi kitab-kitab maupun buku-buku atau referensi lain yang berkaitan dengan masalah jilbab wanita muslimah ataupun yang berkait dengan tokoh yang dikaji dalam penelitian ini.
2.      Metode Analisis Data
            Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif-komparatif, yakni penelitian  yang mendeskripsikan pemikiran Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab tentang hijab muslimah, yang kemudian dilakukan komparasi atau perbandingan atas pemikiran kedua tokoh tersebut. Dengan demikian, data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan metode komparasi (muqārran)31 untuk membandingkan Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab seputar hijab muslimah.

F.     Sistematika Pembahasan

Penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sistematis dan terarah supaya mendapatkan hasil penelitian yang optimal, yang dituangkan dalam beberapa bab sebagai berikut:
Bab pertama sebagai pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,  rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tela’ah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahaan.
Bab kedua berisi biografi Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab yang meliputi nama dan kelahiran,  perjalanan intelektual,  kondisi sosial politik yang melingkupi keduanya, serta metode atau manhaj ilmiah kedua tokoh tersebut yang didalamnya mencakup definisi salaf dan prinsip dakwah salafiyah.
Bab ketiga merupakan inti pembahasan. Dalam bab ketiga ini peneliti memberikan deskripsi atas pemikiran Muhammad Muhammad Ali Ashobuny dan Quraish Shihab tentang jilbab muslimah. Dalam bab ini pula peneliti menyajikan persamaan dan perbedaan pemikiran kedua tokoh yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini.
Bab keempat merupakan penutup skripsi yang di dalamnya berisi kesimpulan dari pembahasan sebelumnya dan saran-saran, serta ucapan penutup


G.    Referensi
 Muhammad Quraish Shihab, ‘’Posisi sentral al-Qur’an dalam studi islam’’ dalam lauf  k Abdullah dan M. Rusli Karim Metode penelitian agama: sebuah pengantar (Yogyakarta: PT Tiara wacana yogya, 1990)

Amina Wadud Muhsin,  wanita di dalam al-Qur’an, ter Yaziar Radiati, (Bandung: pustaka, 1994)

 Muhammad Nāşiruddīn al-Albāniy, Jilbāb al- Mar'ah al-Muslimah fī al-Kitāb wa al-Sunnah (Ammān: al-Maktabah al-Islāmiyyah, 1413)

Kasīr, Tafsir al-Qur’ān al-‘Azīm (Beirūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 2001)

Abdul Mustaqīm dan Sahiron Syamsuin (ed), op.cit.,

M. Aunul Abied Shah (ed.), Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung: Mizan, 2001)

Nur Islami, "Hijab menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fī Zilāl al-Qur'ān", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001

Rastana, Pemikiran Muhammad Nāsiruddin Al-Albāniy Tentang Kritik Hadis”, Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003

Evi Fitriana, "Pandangan Gerakan Salafi Ahlus Sunnah Wal Jama'ah terhadap Hadis-hadis tentang Cara Berpakaian Istri-istri Nabi SAW", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003.

Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)


[1] Muhammad Quraish Shihab, ‘’Posisi sentral al-Qur’an dalam studi islam’’ dalam lauf  k Abdullah dan M. Rusli Karim Metode penelitian agama: sebuah pengantar (Yogyakarta: PT Tiara wacana yogya, 1990), hlm. 135.
[2] Lihat QS.AS-Syu’ara[26]: 194-194.
[3] Amina Wadud Muhsin,  wanita di dalam al-Qur’an, ter Yaziar Radiati, (Bandung: pustaka, 1994) hlm, 19.
            [4] Muhammad Nāşiruddīn al-Albāniy, Jilbāb al- Mar'ah al-Muslimah fī al-Kitāb wa al-Sunnah (Ammān: al-Maktabah al-Islāmiyyah, 1413), hlm. 21.

[5] Kasīr, Tafsir al-Qur’ān al-‘Azīm (Beirūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 2001), Jld III, hlm. 288.
[6] Abdul Mustaqīm dan Sahiron Syamsuin (ed), op.cit., hlm. 134.

[7] M. Aunul Abied Shah (ed.), Islam Garda Depan: Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 245-246.
   [8] Nur Islami, "Hijab menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fī Zilāl al-Qur'ān", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001
[9] Nur Islami, "Hijab menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fī Zilāl al-Qur'ān", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001
[10] Rastana, Pemikiran Muhammad Nāsiruddin Al-Albāniy Tentang Kritik Hadis”, Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003, hlm. 86-211.


[11] Evi Fitriana, "Pandangan Gerakan Salafi Ahlus Sunnah Wal Jama'ah terhadap Hadis-hadis tentang Cara Berpakaian Istri-istri Nabi SAW", Skripsi, Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003.
[12] Suharsini Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 22.


                31 Menurut Haidar Baqir, metode tafsir muqarran dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk: pertama, unsur ayat dengan ayat lainnya yang membahas kasus yang sama tapi dengan redaksi yang berbeda, ataupun sebaliknya. Kedua, unsur ayat dengan unsur hadis yang membahas kasus yang sama tapi dengan pengertian yang tampak berbeda atau bahkan bertentangan. Ketiga, unsur penafsiran mufasir tertentu dengan mufasir lainnya mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang sama. Lihat, Haidar Baqir, “Metode Komparasi dalam Tafsir al-Qur’ān”, dalam Al-Hikmah (Jurnal Studi-studi Islam, No. 2, Juli-Oktober, 1990), hlm. 20.

2 komentar: